CERITA SEX 88 | kali ini menceritakan pengalaman Sex dari Ketiga Pria Yang memperkosa dan menyiksa SPG yang bersifat Sombong dan semena-mena kepada seseorang. Berawal dari perkataan SPG kepada ketiga Pria dipameran Otomotif itu, pada Akhirnya SPG itu diculik dan diperkosa oleh ketiga pria itu. Mau tahu kelanjutan ceritanya, Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini.
Kisah sex saya ini bermula pada pameran otomotif , ketika itu aku dan
teman-temanku sedang berjalan-jalan di salah satu Mall di kota kami.
Ditengah kami berjalan-jalan, saat itu kami melihat ada sebuah pameran
mobil. Pada saat kami mendekat di Pameran itu, ada salah satu sales
promotion girl yang menjaga pameran otomotif itu terlihat sangat angku
sekali. Kemudian kami-pun berbasa-basi untuk melihat mobil-mobil yang
memang mewah itu.
Kami tidak perduli dengan penampilan kami yang sederhana, walaupun
penampilan kami tidak seperti pengunjung-pengunjung lainnya yang rapi
dan parlente itu. Kami melihat sales promotion girl-nya yang cantik,
sexy, putih mulus dan Menggemaskan sekali kawan. Lumayanlah bisa cuci
mata hhe. Ditambah lagi busana yang mereka yang pada saat itu serba
ketat dan mini, lama-lama si Otong nggak nahan juga nih.hha.
Dengan mengenakan busana yang serba mini dan ketat itu, mereka terlihat
benar-benar sexy dan menggugah gairah. Postur tubuh mereka yang langsing
dan tinggi, ditambah dengan kaki mereka yang jenjang, hal itu membuat
mereka enak dipandang. Busana yang mereka kenakan sangatlah kompak, dari
ujung kaki sampai paha terbalut rok mini ketat berwarna merah.
Wajah mereka bila saya lihat, rata-rata wajah-wajah mereka blesteran
layaknya bintang Film papan atas. Dengan wajah mereka yang seperti itu,
mereka sangat-lah cocok untuk mendampingi mobil-mobil mewah yang sedang
dipamerkan. Lalu sembaril melihat, aku mencoba membuka dan metutup salah
satu pintunya dan ketika saya memegang mobil yang di pamerkan itu,
tiba-tiba…
“ Heh… Mas… tolong kalau mau lihat ya dilihat saja, jangan
dipegang-pegang gitu, saya nanti capek kalau harus membersihkan lagi, ”
ucapnya menegur seseorang,
Saya saat itu tidak sadar jika sedang ditegur. Setelah tersadar,
ternyata teguran tersebut berasal dari salah seorang sales promotion
gilr yang tertuju padaku. ketika itu aku sempat tertegun melihat paras
dan body sales promotion girl yang satu ini, walaupun sebenarnya aku
tersinggung, Wajah sales promotion girl yang menegurku ini, wajah
seperti blesteran Indo-Belanda.
Belum semapat saya merespon, sales promotion girl itu ngomong lagi kepadaku,
“ Oh iya, maaf sebelumnya Mas, tolong minggir dulu ya, soalnya ini ada pembeli yang mau lihat mobilnya ” ucapnya,
Kemudian dengan spontan aku menoleh ke sekitar, dalam hatiku berkata (
Mana pembelinya ), ternyata yang ada hanya orang yang lihat-lihat mobil
di sebelah saya. Sudah habis kesabaranku kali ini, aku benar-benar
dilecehkan oleh sales promotion girl itu. Dalam hatiku berkata (
benar-benar keterlaluan sekali wanita satu ini, padahal kan dia cuma
sebagai penjaga, belum tentu juga dia bisa beli mobil itu ).
Sembari berfikir, tak terasa aku bertatap pandang dengan wanita sales
promotion girl itu. Yang lebih mengesalkan lagi wajahnya seakan-akan
melihatku sebagai makhluk yang tidak pantas dan hina jika berdiri di
situ. Ditambah lagi ketika dia tersenyum, senyumannya sungguh
benar-benar menyebalkan, seolah-olah dia meremehkanku. Sembari balik
tersenyum kesal, akupun menyingkir dari pameran mobil itu.
“ Udah yok cabut aja bro, !!! ” ajakku kepada teman-temanku dengan nada yang kesal karena pelecehan sales promotion girl tadi.
Kemudian aku langsung saja mengarahkan mereka ke tempat parkir dengan
memasang wajah kesalku. Dengan mengendarai mobil MPV, kami-pun pergi
dari Mall itu. Dalam sepanjang perjalanan kami, yang ada hanya kesunyian
karena kami semua terdiam. Teman-temanku tidak berani mengajak aku
berbicara, karena mereka tahu tahu aku masih kesal.
Setelah beberapa saat temanku yang menyetir mobil mencoba memecah kesunyian dan kekesalanku.
“ Loe kenapa dari tadi diem aja, Loe masih kesal ya sama sales promotion girl tadi ? ” tanyanya kepadaku.
Belum sempat aku aku menjawab, Dimas berkata,
“ Ah Loe tadi begok sih, harusnya tadi Loe remas saja tu pantatnya, biar tau rasa tu cewek..hha… ” ucapnya.
Kemudian perkataan Dimas disusul oleh tawa teman-temanku, dalam gemuruh
tawa teman-temanku, aku tetap saja masih terdiam. Karena melihat wajahku
yang masih kesal, teman-temanku kemudian tediam. Lalu salah satu
temanku yang bernama Aden, tiba-tiba mencetuskan ide gila,
“ Udah dong Ded, dibawa slow aja, gimana kalau kita culik aja tuh cewek
biar tahu rasa ?? ” ucap Aden, Hatiku yang sedang kesal ini bagaikan
mendapat siraman rohani yang menenangkan hati.
Dalam hatiku berkata boleh juga tuh idenya, Biar dia ngerasain
akibatnya setealh melecehkanku. Kemudian aku-pun tersenyum sembari
melihat ke arah Aden. Kemudian kami-pun langsung memutar mobil ke arah
Mall itu lagi bertujuan untuk melaksanakan rencana kami untuk menculik
Sales Promotion Girl itu. Pada waktu itu Jam menunjukkan pukul 21.30.
Pada jam segitu mulailah terlihat pegawai-pegawai dari Mall tersebut
keluar untuk pulang. Kami dengan sabar menunggu di depan Mall itu sambil
mengawasi orang-orang yang keluar. Lalu dimas-pun mulai menyusun
langkah awal untuk rencana yang kami rencanakan tadi.
“ Kita standbay di samping toko aja bro, barangkali dia nanti keluar dari samping pertokoan? ” usul Dimas.
“ Terserah loe aja deh Dim, Gue ikut rencan Loe aja ” sahutku denga cepat.
Baru beberaapa detik kami berbicara tiba-tiba Sales Promotion Girl itu muncul,
“ Ulam dicinta, pucuk-pun tiba, tuh anaknya nongol, ” ucap Aden setengah berteriak menunjuk ke arah wanita itu.
Secara bersamaan mata kami semua-pun langsung menuju ke arah yang
ditunjuk Aden. Pada saat itu setelah wanita itu keluar, si sales
promotion girl itu menuju tempat pangkalan taxi untuk mencari Taxi. Aku
melihat dia bersama seorang temannya yang kelihatannya sales promotion
girl juga. Ketika itu mereka sudah mengenakan sehelai kain untuk menutup
roknya yang mini.
Kemudian mereka berjalan menelusuri trotoar, rupanya rute angkutannya
bukan di jalan ini. Kami segera membuntutinya pelan-pelan sampai mereka
berhenti di perempatan yang sudah dikuasai oleh banyak angkota. Mereka
langsung masuk ke salah satu Taxi yang ada, begitu Taxi tersebut
berangkat, kami-pun langsung membututinya.
Sampai pada akhirnya mereka-pun di sebuah jalan yang kebetulan pada saat
itu sepi, sehingga suasana itu sangat mendukung operasi kami ini, si
sales promotion girl turun. Tidak sedikit pun dia menaruh curiga bahwa
sebuah mobil telah mengikuti angkutannya sejak tadi. Setelah Taxi
tersebut meninggalkannya cukup jauh, kami mulai mendekati sales
promotion girl itu.
Dan nampaknya dia masih harus berjalan kaki untuk mencapai rumahnya.
Tanpa buang-buang waktu Dimas mensejajarkan mobil kami di samping sales
promotion girl itu dan Aden langsung membuka pintu samping mobil.
Setelah pintu moil kami terbuka kulihat sales promotion girl itu
terkejut melihat ada mobil yang sangat dekat dengan dirinya. Krtika itu
tanpa disadari, tangan Aden sudah merenggut tangan dan menarik tubuhnya
ke dalam mobil. Lalu pintu samping kami ditutup oleh Aden kembali, dan
mobil kami-pun langsung ditancap gasnya oleh dimas.
Sementara si sales promotion girl masih kebingungan, nampaknya dia
mencoba melakukan perlawan dengan cara akan berteriak, tetapi dengan
sigap Aden langsung menutup mulutnya sehingga yang terdengar hanya
teriakan kecil yang tidak akan terdengar dari luar.Wanita itu mencoba
meronta, namun sebuah pukulan ditengkuknya diluncurkan oleh Aden,
sehingga dia-pun pingsan seketika.
Lalu aku-pun menoleh ke belakang, kulihat Dimas dan Aden tersenyum
memandangku seolah-olah ingin menyatakan bahwa operasi penculikan sudah
berhasil. Kulihat kain yang menutupi rok mininya tersingkap, dan
meskipun di dalam mobil gelap, aku masih dapat melihat pahanya yang
mulus. Aden pun tak tahan langsung memijat dan meraba paha yang mulus
itu.
Mobil kami langsung meluncur ke rumah Aden yang memang kosong dan biasa
sebagai tempat kami berkumpul. Setelah sampai dan memarkir mobil di
garasi, kami menggendong sales promotion girl yang masih pingsan itu ke
dalam kamar. Di sana kami mengikatnya pada kursi kayu yang ada. Aku
duduk di ranjang menghadap sales promotion girl yang masih lunglai itu
yang terikat di kursi kayu.
Teman-temanku kelihatannya memang menghadiahkan sales promotion girl itu ke padaku untuk aku perlakukan sesuka hatiku.
“ Den... tolong ambilin air putih segelas dibelakang ” perintahku,
Tidak lama kemudian Aden-pun keluar kamar dan tak lama masuk dengan
segelas air yang disodorkan kepadaku. Lalu aku berdiri dan menyiramkan
pelan-pelan ke wajah sales promotion girl itu. Ketika sadar, sales
promotion girl itu terlihat sangat terkejut melihatku di depannya,
“ Ka… Ka… Kamu... ” ucapnyanya kaget setlah tersadar ketika melihatku.
Setelah sadarf dia-pun terlihat tambah kaget karena melihat tubuhnya
terikat erat di sebuah kursi. Kali ini aku yang tersenyum, senyum
kemenangan.
“ Woy… Kamu mau apakan aku ? ” teriaknya dengan nada yang masih sombong bertanya kepadaku.
“ Kalau sampai kamu berani macam-macam sama aku, aku akan berteriak, ” Sambungnya lagi.
Mendengar perkataanya aku hanya tersenyum, kemudian,
“ Silahkan saja teriak, lagian nggak bakalan ada yang dengar kok, ” kataku sambil menyalakan tape si Aden.
Kebetulan waktu itu lagu yang saya putar music genre underground dan
volumenya aku keraskan. Walaupun wanita itu berteriak sekeras-kerasnya,
bahkan sampai pita suaranya putus, suranya tidak akan terdengar dari
luar rumah Aden. jadi aku yakin tidak mungkin teriakannya didengar oleh
orang lain. Dan seketika itu mulailah terlihat expresi wajah ketakutan
di wajah sales promotion girl itu.
Sungguh terlihat tambah cantik ketika dia mulai terlihat memelas
memohon iba kepadaku. Namun kebencian di hatiku masih belum padam, aku
tetap ingin memberinya pelajaran.
“ Hey wanita sombong, siapa nama loe ? ” tanyaku dengan nada sedikit galak.
“ Na.. namaku Gita Mas… tolong ampui aku Mas, maafkan perkataanku tadi.
Please… aku bersikap seperti itu karena disuruh bos-ku mas ” ucapnyanya
membela diri.
Karena aku sudah terlanjur benci, aku tidak peduli dengan pembelaan
dirinya itu. kemudian langsung kusibakkan kain yang menutupi roknya,
lalu dengan kasar kutarik roknya hingga ke pangkal paha. Lalu Gita-pun
menatapku ketakutan,
“ Jangan, jangan Mas... ” ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya.
Lagi dengan kasar kutarik bajunya sehingga kursi yang didudukinya
bergeser dan kancing bajunya hampir lepas semua. Terlihat oleh kami
bulatan buah dada yang masih tertutup BRA berwarna hitam. Tak tahan
melihat itu Aden yang berdiri di sampingnya langsung meremas-meremas
buah dada itu.
Gita-pun sangat ketakutan, ditengah ketakutannya dia berusaha meronta,
namun hal itu semakin meningkatkan nafsu kita. Jari-jariku langsung
meraba secara liar daerah liang Vaginanya yang masih tertutup celana
dalam, mengelus dan berputar-putar dengan lincah dan sesekali mencoba
menusuk Vaginanya dengan jariku.
“ Jangan Mas… jagan lakukan itu mas… tolong Mas… Ahhhh… ” Gita berkata lirih seolah ingin menolak takdir.
Tidak perduli dengan ucapanya, lalu aku membuka dengan paksa seluruh
baju Gita sehingga yang terlihat hanya BRA dan celana dalam-nya saja.
“ Bro.. ayo angkat Dia ke atas meja !!! ” kataku kepada kedua temanku.
Dengan cepat Dimas dan Aden langsung bekerja sama memegangi Gita dan
mengikatnya di atas meja. Gita meronta-ronta sekuat tenaga namun tentu
saja usahanya tidak mampu melawan 2 tenaga Pria. Sekarang dia sudah
terlentang di atas meja dengan tangan terikat di sudut-sudut meja. Kini
kedua kakinya agak menjulur ke bawah karena mejanya tidak cukup panjang.
Pada waktu itu kami mengikatnya secara terpisah pada dua kaki meja. Kami
sendiri posisinya sekarang di samping tubuhnya. Lalu dengan sekali
tarik kulepas BRA-nya dan menonjollah dua bagian buah dadanya yang cukup
padat berisi. Sekarang kami melihat sebuah tubuh yang putih mulus dan
langsing dengan tonjolan buah dada yang bergoyang-goyang karena Gita
masih berusaha meronta.
Karena meronta, terlihat celana dalam-nya yang agak transparan semakin mengetat memperlihatkan lekuk-lekuk liang Vaginanya.
“ Ini saatnya beraksi Bro !!! ” teriakku yang disambut oleh kegembiraan teman-temanku dan wajah ketakutan Gita.
Aku langsung mengambil beberapa karet gelang, lalu kulingkarkan di buah dada Gita sampai terlihat mengeras dan merah.
“ Aow… aduhhh... ” erang Gita,
Lalu masih kutambah lagi penderitaannya dengan menjepitkan jepitan yang
biasa digunakan Aden untuk alat elektronik, bentuknya bergerigi dan
terbuat dari logam tipis yang di-chrome, kujepitkan di kedua puting
susunya.
“ Aow… Ahhhh… Aduhhh.. Aow.. aduuhhh… ” Gita mengerang kesakitan.
Aden lalu memberiku sebuah alat seperti pecut, yang terbuat dari
beberapa tali tampar kecil sekitar 5 buah yang salah satu ujung-ujungnya
dijadikan satu pada sebuah pegangan dari rotan. Entah untuk apa alat
ini biasanya digunakan Aden, fikirku, tapi peduli apa, yang penting
sekarang benda ini ada gunanya.
“ Tolong Mas… Jangan.. ampunnn Mas... ” pinta Gita meminta ampun.
Ketika melihat aku mengibas-ngibaskan pecut itu. Aku tersenyum sadis,
lalu tanganku kuangkat dan sebuah pecutan kuarahkan ke buah dadanya.
“ Cetarrr... ” Tubuh Gita menggelinjang, dan buah dadanya langsung bergoyang ke kanan ke kiri menahan sakit.
“ Aowwww…. Sakit Mas… huuu…uuu…uuu… ” teriaknya sambil meneteskan air mata.
Nampak beberapa garis merah terlihat di kedua buah dadanya, di sekitar putting susunya.
“ Mau lagi kamu ??? ” tanyaku kepada Gita,
“ Ampunnn… ampunnn Mas… tolong lepaskan aku... ” rintihan bercampur tangis Gita menjadi satu.
Tanpa rasa iba pecut kuayun lagi, kali ini sasarannya adalah pahanya.
“ Aow… emmpphhh... ” erang Gita dengan menggigit bibir bawahnya menahan sakit.
Sekali lagi kuayun pecut itu, sekarang ke arah pusar, garis-garis merah
segera menghiasi tubuh Gita. Entah aku sangat menikmatinya sehingga tak
terasa sudah beberapa ayunan pecut mengarah ke tubuh Gita. Tubuhnya
terlihat bergetar, menggelinjang menahan sakit dan perih. Wajahnya yang
basah oleh air mata dan keringat sudah benar-benar menunjukkan
penderitaan.
Tapi aku masih belum puas. Kulihat teman-temanku, ketiganya tersenyum
seakan memberikan dukungan kepadaku untuk terus menyalurkan hasratku.
Kudekati telinga Gita, dia yang sudah ketakutan padaku, dia berusaha
menjauhkan kepalanya, mungkin dikiranya aku mau menggigit telinganya.
Kubisikkan sesuatu di telinga Gita,
“ Git… gimana kalau kita ganti alatnya, sekarang pakai ikat pinggang saja ya, ” bisikku sambil menyeringai sadis.
Gita menunjukkan ekspresi terkejut setengah tidak percaya bahwa dia akan
menerima siksaan yang lebih hebat. “ Ja… jangan Mas… Ampun Mas...
tolong lepaskan saya... ” ucapnya meminta ampun kepadaku.
Kemudian kubuka ikat pinggangku yang terbuat dari kulit, kulilitkan
sebagian pada telapak tanganku, Gita melirikku dengan ketakutan yang
amat sangat, nafasnya tersenggal-senggal meskipun dia sudah berusaha
sekuat tenaga untuk mengaturnya. Mungkin dengan mengatur napas dia
berharap sabetan ikat pinggangku tidak akan terlalu sakit.
Lalu kuangkat tinggi tanganku dan kuayunkan dengan keras ikat pinggangku,
“ Cetarrrr… “ bunyi sabetan ikat pinggangku,
Ketika itu Gita memejamkan matanya, saat ikat pinggangku mendarat di
pahanya terdengar meja yang ditiduri Gita agak berderit karena tubuh
Gita secara spontan bergetar keras menahan sakit.
“ Aowww… ampun… ampun Mas… huuu…uu..uuuu… ” keluh Gita kesakitan.
Kali ini bukan hanya garis merah yang tampak, tetapi semacam jalur merah tercetak di paha Gita yang mulus itu.
“ Cetar... Cetar... ” sabetan ikat pinggangku semakin liar menghujani tubuh Gita.
Gita sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya menggeleng ke kiri
ke kanan menahan penderitaan yang kuberikan. Puas dari samping,
Bagaimana kalau pukulan yang mengarah langsung ke liang Vaginanya? (
Fikirku ). Lalu aku mulai menyobek celana dalam-nya dan minta kepada dua
temanku untuk melepaskan ikatan kaki Gita dan mengikatnya kembali pada
posisi menekuk ke atas dan mengangkang, sehingga liang Vaginanya terbuka
lebar. Gita berusaha meronta dan menutup liang Vaginanya dengan
kakinya.
Tapi hal itu percuma saja, karena ikatan kami cukup erat sehingga kedua
kakinya tidak bisa mengatup. Persis menghadap liang Vaginanya, aku
mengelus-elusnya sambil tersenyum sinis. Gita mengangkat kepalanya dan
menatapku dengan pandangan memelas. Aku mulai menjauh, ikat pinggang
mulai kuputar-putar, lalu...,
“Cetar...” ikat pinggang itu mendarat dengan tepat di bibir liang Vagina Gita.
Kali ini Gita meronta-ronta dengan sangat dan cukup lama, tampaknya dia
sangat kesakitan, kepalanya diarahkan ke atas sembari
mengguncang-guncangkan pantatnya di atas meja. Lalu aku berjalan ke
sampingnya,
“ Mau lagi kamu ??? ” tanyaku seolah tak menghiraukan penderitaannya.
Ketika itu Gita tidak mengatakan apa-apa, kelihatannya dia sudah pasrah.
Aku tersenyum penuh kemenangan, kusentuh bibir liang Vaginanya yang
tentunya masih pedih, Gita menggelinjang, tak peduli kugesek-gesekan
jariku di liang Vaginanya, tubuh Gita terus menggelinjang.
“ Hu.. uu.. uu.. Sakittt Mas.. sakit sekali… ” gumamnya lirih.
Seolah tak peduli, kembali aku mengambil dua jepitan, dan kujepit di
kedua bibir liang Vagina yang memerah itu. Gita menatapku dengan
pandangan tak percaya akan kesadisanku.
“ Okey… sekranga tidak akan ada lagi pukulan atau pecutan lagi kepadamu… ” , ucapku,
Ketika itu Gita diam saja tanpa ekspresi, lalu aku berkata,
“ Tanpa pecutan tapi kini, waktunya bermain dengan lilin, ” lanjutku sambil tersenyum sadis.
Kali ini Gita menolehkan wajahnya yang layu, berkeringat dan basah karena air matanya. Bisa kubaca dalam pikirannya,
“ Astaga, hal apa lagi yang akan diperbuatnya pada tubuhku. Sungguh malang sekali nasibku... ”
Memang di kamar Aden ada beberapa lilin untuk jaga-jaga jika lampu mati,
ada yang kecil dan ada juga yang besar supaya awet. Kuambil Korek
gas-ku, Lalu kunyalakan satu lilin yang kecil. Lidah api menari
berputar-putar melelehkan batang lilin yang menahannya. Menembus lidah
api itu, kulihat pandangan Gita yang berharap aku hanya bercanda.
Kujawab dengan pandangan juga yang menyatakan bahwa aku serius. Segera
lilin yang kupegang kumiringkan di atas buah dada Gita. Kulihat ekspresi
Gita yang memandang lekat batang lilin yang terkena nyala api,
pandangannya seolah berharap agar lilin tersebut tidak meleleh atau
apinya tiba-tiba mati. Tapi tentu saja itu tidak terjadi, yang terjadi
adalah tetesan pertama jatuh dan menetes di atas puting susu Gita
sebelah kanan.
“ Aowwwwwwww... Sakit Mas… Panas… ” Erang dita kepnasan.
Kulilhat ketika itu punggungnya terlihat bergerak ke atas menahan panas
lilin yang meleleh. Tetesan demi tetesan bergerak jatuh, dan Gita
terlihat semakin kesakitan karena tetesan tersebut jatuh di tempat bekas
pecut dan sabetan ikat pinggangku tadi. Tiba-tiba teman-temanku ikut
bergabung, mereka semua memegang lilin bahkan tidak hanya satu tapi tiga
atau empat sekaligus.
Mereka dengan gembira meneteskan ke bagian-bagian sensitif Gita, seperti
buah dada, pusar, sekitar liang Vagina dan paha. Kali ini Gita seperti
ular kepanasan, dia meliuk-liukkan tubuhnya menahan panas tetesan lilin.
Seperti biasa, setelah puas pada bagian tubuh Gita, aku pun mengambil
sebuah lilin dengan diameter yang besar dan menyalakannya.
Setelah menunggu agak lama supaya lelehan lilin cukup banyak di atas
lilin itu, aku kembali mengelus-elus liang Vagina Gita. Gita langsung
berkata,
“ Tidakkk.. jangan... jangan Mas... ” ucapnya memohon ampun.
Ketika itu aku-pun tersenyum penuh nafsu mendengar nada yang memelas
itu. Tapi tetap saja lilin yang besar itu kumiringkan di atas liang
Vagina Gita, Gita berusaha mengelak dengan menggeser pantatnya,
“ Pintar juga dia, ” pikirku,
Tetapi karena lelehan lilin ini masih banyak, dengan leluasa aku
menaburkan tetesan-tetesannya ke liang Vaginanya. Tak khayal bagaikan
lahar panas tetesan tersebut mengalir ke liang Vagina Gita dan mungkin
ke dalamnya.
“ Errrggghhh... ” gumam Gita, dia langsung menggoyang-goyangkan
pantatnya dan menengadahkan kepalanya menahan panas dan sakit, dengan
mulutnya yang menggigit rapat dan matanya terpejam erat.
Kemudian kucoba untuk memasukkan sebuah lilin kecil ke anusnya, sulit
sekali karena anusnya begitu rapat, aku memasukkan jariku terlebih
dahulu dan menggesek-geseknya agar anusnya membesar.
“ Aduh.. aduh.. ” ucap Gita.
Tetapi aku tidak peduli, setelah anusnya membesar mulai kutancapkan
sebuah lilin di anusnya. Dan ide cemerlangku muncul lagi, kunyalakan
lilin yang menancap itu dan setelah cukup lama, kutiup apinya dan
kubalik, jadi yang menancap adalah bagian yang barusan menyala.
“ Jesss... ” bunyi panas lilin bercampur dengan cairan yang keluar dari
anus Gita. Tentu saja Gita menggeliat kesakitan, pantatnya
dibentur-benturkannya ke meja seakan ingin melepaskan lilin yang
menancap di anusnya. Aku tersenyum senang sambil kumasuk-keluarkan lilin
tadi di anus Gita. Karena sudah puas menyiksa Gita, aku kasih
kesempatan kepada teman-temanku untuk menyetubuhinya.
Teman-temanku begitu gembira, mereka langsung beraksi, sementara aku
melihat pertunjukkan ini dengan kepuasan total. Mereka melepas ikatan
Gita yang sudah tidak berdaya itu, lalu tubuhnya dibalik dan pantatnya
ditarik ke atas sehingga dalam posisi menungging. Aku melihat Gita diam
saja, mungkin dia sudah capai dan pasrah serta tidak punya harapan hidup
lagi.
Wajahnya yang cantik terlihat sangat lesu dan seolah-olah siap
diperlakukan apa saja. Aden dengan tubuhnya yang besar mulai membuka
celana dan melakukan penetrasi, langsung sodomi. Gita membelalak tak
menyangka bahwa ada benda sebesar itu yang harus masuk ke anusnya. Belum
selesai dia menikmati penderitaan karena ulah Aden, Aden langsung
menyelinap ke bawah tubuh Gita dan berusaha memasukkan batang
kemaluannya ke liang Vagina Gita.
Gita melolong kesakitan karena anus dan liang Vaginanya yang sudah lecet
dan perih terkena sabetan ikat pinggang dan tetesan lilin, masih harus
bergesekan dengan batang kemaluan teman-temanku. Tubuhnya terguncang ke
depan berulang-ulang setiap kali Aden dan Aden menghunjamkan batang
kemaluannya. Buah dadanya berguncang keras persis di atas wajah Aden
yang dengan penuh nafsu meremas sekuatnya.
Masih tersiksa dengan keadaan begitu, Dimas mengeluarkan kepunyaannya
dan minta dikaraoke oleh Gita. Rintihan Gita menjadi tersendat-sendat
karena tersedak dan batuk, Dimas bukannya kasihan malahan dia semakin
terangsang sehingga dia menghunjamkan batang kemaluannya ke mulut dan
tenggorokan Gita berulang-ulang.
Aku tersenyum saja melihat kelakuan teman-temanku yang brutal.
Kemudian kudekati Gita sambil berkata,
“ Gita.. punggungmu masih mulus lho.. aku cambuk ya... ” ucapku.
Karena tidak mungkin menggunakan pecut dan ikat pinggang sebab bisa
mengenai Aden yang berada di bawah tubuh Gita, maka aku menggunakan
rotan yang tadi sebagai pegangan untuk pecut, rotan ini ujungnya memecah
sehingga sangat cocok untuk menimbulkan rasa sakit. Segera kuraih rotan
itu dan kupukulkan berulang-ulang ke punggung Gita.
Tubuh Gita terlihat menggelinjang dan menggeliat seiring dengan
hujaman-hujaman yang diberikan olehku, Aden dan Dimas. Aden yang melihat
punggung Gita terkena pukulan rotanku sangat terangsang dan segera
memuntahkan maninya ke liang dubur Gita, Lalu dia pun mencabut batang
kemaluannya. Karena pantatnya kosong, atau tidak ada orang, aku pun
dengan leluasa memukul pantatnya dengan rotan.
Kulihat Gita sangat menderita, pantat yang baru saja dimasuki paksa oleh
Aden masih harus menerima siksaan rotanku. Giliran Dimas yang
ejakulasi, maninya langsung menyemprot ke tenggorokan Gita, membuatnya
menjadi sulit bernafas dan seperti mau muntah. Melihat begitu semakin
keras kupukulkan rotan ke pantatnya, bahkan ke belahan pantatnya.
Tiba-tiba Gita lunglai, kelihatannya dia tak tahan lagi menerima siksaan
kami, dia pingsan. Aden yang belum selesai masih terus melakukan
aksinya, sehingga tubuh Gita yang pingsan itu terguncang-guncang ke sana
ke mari, akhirnya Aden pun mencapai puncaknya dan menyemprotkan air
maninya di dalam liang Vagina Gita yang masih pingsan.
Aku sendiri sudah merasa puas dengan balas dendamku ini. Kami berempat
tertawa dan puas. Kami lalu membawa tubuh Gita untuk di buang,
sebetulnya kami ingin menyimpannya untuk kenikmatan sehari-hari tetapi
terlalu beresiko. Akhirnya tubuh Gita kami lempar di depan Mall tempat
dia bekerja. Aku tersenyum puas karena sudah memberi pelajaran kepada
Sales Promosion Girl yang sombong itu, tapi dalam hati aku merasa
ketagihan untuk menyiksa sales promotion girl yang lain, kusampaikan ini
ke teman-temanku dan mereka semuanya setuju untuk suatu waktu menculik
dan menyiksa sales promotion girl yang lain. Selesai.