Setahun kemudian
Laki-laki gendut dengan tahi lalat di pipinya itu dipersilakan duduk di meja terbaik, tepat di depan panggung di tengah klub malam yang temaram namun hingar-bingar dengan musik. Lima orang sexy dancer baru saja menyelesaikan tarian erotis yang menggoda para pengunjung klub, yang berkerumun di sekeliling panggung dengan tampang mupeng sambil bersuit-suit dan berusaha menjamah mereka. Seorang pembawa acara yang kebanci-bancian mengumumkan pertunjukan berikutnya.
“Yang berikutnya… pendatang baru di sini… Miss KIANI!!!”
Semua lampu mendadak dimatikan dan musik berhenti, lalu berganti irama hip-hop dengan lirik menjurus cabul. Seberkas sinar terang menerangi panggung, menunjukkan sesosok tubuh perempuan di tengah-tengahnya. Perempuan itu duduk di satu bangku dan menunduk, sehingga wajahnya tak jelas terlihat. Pakaiannya adalah kostum mirip seragam polisi wanita, tapi jelas-jelas bukan seragam polwan betulan karena mustahil ada polwan yang berani bertugas dengan pakaian seseksi itu. Dia mengenakan blus ketat berwarna biru berlengan pendek yang tidak sampai menutup perut, tapi lengkap dengan lencana dan tanda pangkat bohongan. Dia juga mengenakan rok lipit supermini hitam yang cuma menutup sampai bagian atas paha, dengan ikat pinggang lebar dan borgol yang menggantung di sana, juga sepasang sepatu but hitam ber-hak tinggi yang jelas-jelas bukan yang biasa dipakai polwan betulan. Di kepalanya dia juga mengenakan topi polisi. Lampu sorot segera memudar, digantikan lampu warna-warni yang menerangi panggung. Penonton bersorak menyambut dia, ‘Miss Kiani’, bintang baru di klub malam itu. Miss Kiani tidak lain adalah Kiani Irawati, dahulu seorang polwan, yang lantas berhenti dari pekerjaannya semula setelah dia diperkosa dan sesudahnya dipermalukan oleh pemberitaan. Setelah dia menghilang, entah apa yang terjadi kepadanya sampai dia akhirnya tampil di panggung itu.
Kiani mulai bergoyang; di tangannya dia memegang pentungan polisi, mirip dengan yang dulu dipakai si Jaket Hitam untuk memerawaninya. Dia mulai melangkah anggun berkeliling panggung. Ketika kembali ke tengah panggung, dia memutar-mutar pentungan di tangannya. Dia mengibaskan rambutnya yang kini panjang dan indah, tak lagi pendek seperti ketika menjadi polisi betulan. Kiani membalik badan dan memain-mainkan pentungannya di belakang pantatnya. Lalu dia pelan-pelan menungging sambil menggesek-gesekkan pentungan itu sepanjang garis selangkangannya. Kemudian dia berdiri tegak lagi, berbalik menghadap penonton, dan menjilat-jilat ujung pentungan. Dia lalu menaruh pentungan itu di panggung dan melepas topinya. Ketika dia melempar topinya ke penonton, terlihatlah wajahnya yang bermake-up tebal, dengan eyeshadow biru dan lipstik merah menyala. Kiani tersenyum ke penonton, lalu menjilat bibirnya yang sensual. Dia terus menari erotis sambil bergerak ke dekat bangku. Kemudian sambil membelakangi penonton, dia menumpukan kedua tangan ke bangku dan membungkuk ke depan sampai pantatnya menonjol menantang penonton. Setiap mata di depan panggung memandangi ketika bokong Kiani bergoyang dari kanan ke kiri.
“Buka! Buka! Buka!” Penonton berseru-seru.
Kiani tersenyum polos dan menunjukkan wajah pura-pura kaget dengan membelalak sambil menutup mulut dengan tangan. Lalu satu tangannya berkacak pinggang sementara tangan satunya memberi isyarat, mengacungkan telunjuk lalu menggoyang-goyangkannya. Lalu dia pelan-pelan membuka satu demi satu kancing blusnya dengan hati-hati sekali, sehingga blus pendek itu tidak langsung tersingkap. Akhirnya, setelah semua kancing terbuka, dia tiba-tiba membuka blusnya dengan sentakan dan langsung melempar blus itu ke penonton.
Blus itu mendarat begitu saja tanpa ada yang menyambut karena penonton melihat apa yang Kiani kenakan di bawahnya: serangkaian sabuk kulit mirip tali-tali bra—hanya saja tidak ada bagian cup yang menutup payudara 36C-nya. Kedua bulatan mempesona itu menonjol dikelilingi bebatan sabuk kulit hitam, putingnya ditutup dua penutup yang ujungnya digantungi rumbai-rumbai yang ikut bergoyang seiring goyangan dada Kiani. Kiani terus menari di tengah siulan dan teriakan nakal penonton. Kiani terus menggoda penonton dengan mencengkeram dan memain-mainkan kedua buah dadanya. Lalu dia menundukkan kepala dan menaikkan salah satu buah dadanya, kemudian menjilatinya. Penonton menyaksikan sambil menganga, air liur mereka sampai menetes. Kemudian, entah siapa yang mulai, terdengar lagi seruan “Buka! Buka! Buka!” Penonton ingin lebih. Dengan senang hati Kiani menuruti permintaan itu, dia melepas payudaranya dan membuka ikat pinggangnya, lalu membuka roknya. Rok itu jatuh memperlihatkan celana dalam g-string yang hanya menutupi kemaluannya. Ketika dia berbalik badan, tampaklah bahwa di bagian belakang hanya sebaris tipis kain yang menyelip di antara kedua belahan pantatnya yang montok. Penonton bertepuk tangan dan bersuit-suit kegirangan. Melihat reaksi penonton, Kiani kembali ke bangku dan memungut pentungan polisi yang tadi ditaruhnya. Kembali dia gunakan pentungan itu untuk mengelus-elus kemaluannya, sambil wajahnya menunjukkan ekspresi dilanda birahi. Di depan penonton Kiani seolah-olah bermasturbasi menggunakan pentungan itu, dan musik sengaja dikecilkan volumenya agar terdengar suara-suara penuh nafsu dari bibir si mantan polwan. Tepuk tangan dan riuh suara penonton mencapai puncak ketika Kiani berpura-pura mengalami orgasme di panggung, kedua tangannya menggenggam pentungan yang sudah mendesak ke celana dalamnya, wajahnya terkulai ke belakang, matanya terpejam, mulutnya terbuka lebar dan melolong penuh nafsu. Pertunjukan Kiani pun usai dengan matinya lampu dan kata-kata pembawa acara, “Sekali lagi tepuk tangan untuk bintang baru kita, MISS KIANI!!!”
Laki-laki gendut bertahi lalat di pipi itu menyaksikan seluruh pertunjukan dengan antusias, sampai-sampai dia tak memperhatikan bahwa seorang laki-laki lain yang berkacamata hitam, bertato, dan berjaket hitam duduk di kursi di sebelahnya. Si Jaket Hitam mencolek bahu laki-laki gendut itu dan mengajaknya bersalaman.
“Selamat ya Bung, debut anak buah Anda sukses,” kata si Jaket Hitam.
“Hehehe, dia kan jadi anak buah kamu sekarang,” balas si gendut.
“Sesuai perjanjian, Anda boleh gratis pakai dia kapan saja,” kata si Jaket Hitam lagi.
“Habis ini, ya? Tolong siapin tempatnya. Aku udah pengen nyoba dia dari dulu.”
“Sip Bos. Silakan tunggu di kamar belakang ya. Nanti dia kusuruh datang ke sana.”
Sayang sekali, Kiani Irawati tidak menyadari bahwa dia telah dijerumuskan oleh atasannya sendiri. Ajun Komisaris Mauli selama ini menjadi beking si Jaket Hitam, pemimpin sindikat penjual manusia yang hendak ditangkap Kiani. Ketika Kiani meminta izin menggerebek sindikat si Jaket Hitam, Mauli sengaja mengulur waktu agar bisa memberitahu teman-temannya, dan menyiapkan jebakan untuk Kiani. Tertangkap dan diperkosanya Kiani adalah akibat rencana Mauli dan si Jaket Hitam. Tidak hanya itu; datangnya para wartawan ke TKP sebelum polisi, dan ramainya pemberitaan sesudahnya, juga digerakkan pasangan polisi korup dan penjahat itu. Mauli terus memantau Kiani setelah Kiani mengundurkan diri, dan menawarkan Kiani ikut suatu program rehabilitasi. Namun sebetulnya program itu adalah jebakan terakhir, dan Kiani kembali jatuh ke tangan si Jaket Hitam. Selanjutnya sang polwan cantik itu digojlok dan dihancurkan semangatnya sedemikian rupa dengan pemerkosaan dan penyiksaan hingga akhirnya Kiani berhasil ‘dijinakkan’ untuk menjadi seorang perempuan pemuas nafsu yang biasa diperdagangkan si Jaket Hitam. Malam itu adalah malam pertama Kiani memulai kehidupan barunya.
Kiani sudah berganti pakaian dan dan menunggu orang pertama yang akan dilayaninya di dalam suatu kamar di belakang klub. Kini dia mengenakan set lingerie putih berenda yang seksi. Dia duduk di atas tempat tidur sambil tangannya meraba-raba daerah intimnya sendiri. Rambut hitamnya yang panjang menjuntai menutupi sebagian wajahnya yang bermake-up tebal. Pintu kamar terbuka dan tertutup kembali selagi si beking, Mauli, memasuki ruangan dan berjalan mendekati Kiani. Kiani memandangi wajah mantan atasannya itu penuh harap sambil dia berdiri untuk menyambutnya.
“Kita ketemu lagi, Kiani,” kata Mauli sambil tersenyum sinis.
Perwira bertubuh gemuk itu tidak banyak bicara, dia langsung membalikkan tubuh Kiani dan mendorong si mantan polwan sampai terbungkuk di atas tempat tidur, lalu langsung memelorotkan celana dalam Kiani. Kiani menoleh dan melihat Mauli membuka celana. Tangan-tangan Mauli mencengkeram pantat bulat Kiani; terlihatlah tato hati yang dibuat si Jaket Hitam di atas pantat kiri Kiani. Beberapa detik kemudian, Mauli langsung menyerudukkan penisnya yang sudah tegang ke lubang vagina Kiani yang sudah diimpi-impikannya sejak pertama kali Kiani masuk menjadi anak buahnya. Kiani menanggapi dengan mengangkat kaki kirinya dan melibatkannya ke belakang, memeluk tubuh gendut Mauli. Kemaluannya sudah basah, dan menjepit senjata Mauli seolah-olah ingin segera mengeluarkan apa yang dikandungnya. Erangan dan desahan keluar dari mulut Kiani.
“Enak kan, Kiani? Ayo bilang,” perintah Mauli.
“Enak…” kata Kiani di tengah rintihan. “Ngentot itu enak…”
“Hahaha!” Mauli tertawa. “Memang kamu cocoknya buat dientot, Kiani! Badan bohai, tampang cakep, ngapain kamu jadi polisi? Mendingan kamu jadi lonte! Gimana, Kiani? Suka sama pekerjaan kamu sekarang?”
“Suka!” Omongan Kiani sudah tersesuaikan dengan kehancuran mental yang telah dialaminya.
Dia tak lagi seorang polwan dengan semangat berapi-api untuk memberantas kejahatan, kini dia telah menjadi seonggok daging untuk memuaskan nafsu lelaki, tanpa keinginan selain menuruti birahi. Kakinya menarik tubuh Mauli lebih dekat, pantatnya bergerak-gerak membalas gerakan Mauli. Pinggul Mauli terus menghantamnya berulangkali, sementara tangan si perwira polisi mencengkeram buah dada besar Kiani. Persetubuhan terus berlanjut, seiring terjerumusnya Kiani Irawati ke dunia hitam…
JUDI BOLA | UANG ASLI | BELI CHIP | JUDI SCORE | POKER ONLINE | AGEN POKER | PREDIKSI SCORE | PERHITUNGAN SCORE | JUDI ONLINE | TEBAK SCORE | HADIAH iPhone7